The Five Dysfunction of a Team by Patrick Lencioni - Sebuah Ringkasan Buku

Patrick Lencioni adalah penulis asal Amerika Serikat yang menulis banyak hal terkait bisnis management, dan tidak sedikit banyak, ia terkenal melalui buku The Five Dysfunction of a Team ini yang akan saya tulis ringkasannya dalam tulisan ini.

img

Buku ini mengemas isinya dengan sebuah perumpamaan cerita yang hampir mirip dengan dongeng tentang leadership di sebuah perusahaan teknologi yang bernama DecisionTech yang mengalami kesulitan mengembangkan bisnisnya. Kepemimpinan yang diterapkan pada DecisionTech tidak begitu peduli dengan adanya kerjasama dalam tim, dan mengalami kesulitan dalam mencapai suatu kesepakatan terkait keputusan yang mereka ambil. Hal ini menyebabkan moral karyawan yang ada dalam perusahan tersebut menjadi negatif. Singkat cerita CEO baru ditunjuk, bernama Catherine Petersen yang menyadari adanya potensial dalam issue yang perusahaan ini hadapi terkait kerjasama antar tim dengan membuat setiap anggota dalam tim mengerti terkait dysfunction of a team.

The Model

img

Piramid diatas merupakan model yang dijelaskan didalam buku. Menjelaskan bagaimana suatu dysfunction berhubungan dengan satu yang lainnya, dan pada akhirnya akan menghasilkan sesuatu yang tidak baik terhadap tim yang mana dapat berupa moral tim yang turun, dan sebagainya.

#1 Hilangnya Kepercayaan → Bangun Kepercayaan

Piramid paling bawah diisi dengan Kepercayaan. Kepercayaan merupakan elemen paling penting dalam sebuah kerjasama dalam tim. Tapi terkadang kepercayaan juga dapat menjadi pisau bermata dua karena tidak ada definisi universal yang dapat dipahami semua orang terkait kepercayaan, dan kebanyakan menemukan sulit untuk mengakui kesalahan atau kekurangan yang mereka miliki. Membangun sebuah kepercayaan yang sejati membutuhkan member tim (harus dimulai dari sang pemimpin) untuk mengumpulkan keberanian dengan menjadi terbuka terlebih dahulu. Proses tersebut tentunya akan memakan waktu, dan membutuhkan perhatian dan pemeliharaan yang berlanjut. Tapi Lencioni mengatakan hal tersebut dapat di percepat dengan meng-elaborasikan 2 latihan untuk membangun kepercayaan, yaitu;

  • Personal Histories Excercise. Merupakan latihan berisiko rendah. Latihan ini tidak memerlukan apa-apa selain berputar dan menanyakan masing-masing tim memeber dan meminta anggota tim menjawab daftar pertanyaan pendek tentang diri mereka sendiri.
  • Behavioural Effectiveness Excercise. Latihan ini mengharuskan anggota tim untuk mengidentifikasi kontribusi paling penting yang telah masing-masing dari mereka berikan kepada tim, serta salah satu bidang area yang harus mereka tingkatkan atau hilangkan untuk kebaikan tim.

#2 Khawatir akan Konflik → Kuasai Konflik

“Konflik Positif” adalah konflik yang terbuka, konstruktif, dan diselingi dengan debat yang panas terkait issue yang akan membawa dampak bagus kepada suatu organisasi. Tapi, bagaimanapun hal ini jarang terjadi karena kebanyakan tim akan menjaga sebuah artificial harmony untuk menghindari sebuah konflik, karena mereka akan berfikir konflik akan sulit untuk diselesaikan dan hanya menghabiskan energi. Kebanyakan member dari sebuah tim akan hanya memanipulasi sebuah percakapan untuk memenangkan sebuah argumen, ketimbang menyelesaikan masalah secara konkrit. Hal diatas berkembang dikarenakan kurangnya kepercayaan yang menghasilkan kekhawatiran akan konflik yang menyebabkan setiap tim member tidak ingin atau tidak mampu terlibat dalam debat atau secara langsung menyarakan pendapat yang mereka miliki.

#3 Kurangnya Komitmen → Gapai Komitmen

Kekhawatiran akan konflik menghasilkan kurangnya komitmen dalam suatu pekerjaan. Dalam konteks sebuah tim, komitmen merupakan fungsi dari 2 hal : Kejelasan dan Keikutsertaan. Lencioni menjelaskan komitmen bukan merupakan sebuah kesepakatan, melainkan keinginan untuk merangkul dan mengikutsertakan diri kepada sebuah keputusan ‘tanpa’ kesepakatan. Tim yang hebat adalah tim yang dapat mengambil sebuah keputusan dengan jelas dan memiliki persetujuan serta keikutsertaan dari setiap member dalam tim, bahkan dari mereka yang tidak setuju dengan dengan keputusan tersebut. Singkatnya, sebuah tim harus mencapai kemufakatan dalam bermusyawarah.

#4 Menghindari Akuntabilitas → Merangkul Akuntabilitas

Kembali terikat dengan poin sebelumnya, kurangnya komitmen dalam sebuah tim akan berdampak kepada kurangnya setiap member dalam tim dalam menerima akuntabilitas dalam sebuah keputusan yang diambil secara musyawarah. Akuntibiliatas menurut KBBI Daring adalah n perihal bertanggung jawab; keadaan dapat dimintai pertanggungjawaban. Dalam konteks buku ini, akuntabilitas yang dimaksud adalah tentang keikutsertaam setiap member dalam sebuah tim dalam memegang tanggung jawab satu sama lain. Terutama terkait pengambilan keputusan, dan standar performance dari sebuah tim. Tim yang kuat adalah tim yang tidak bergantung pada suatu pemimpin sebagai sebuah sumber dari akuntabilitas melainkan dari motivasi setiap member dalam sebuah tim untuk menanggung beban satu sama lain dan dengan tidak menjatuhkan satu sama lain. Yang dapat diambil dari poin ini adalah bergotong royong dalam menanggung tekanan dan beban dalam satu tim.

#5 Tidak Memperhatikan Hasil → Fokus Kepada Hasil

Poin yang terkahir yang disampaikan Lencioni, jika dalam sebuah tim setiap member dalam tim tersebut tidak memiliki rasa akuntabilitas terhadap tim yang mereka gawangi, setiap member dari tim tersebut akan sangat tinggi kemungkinannya dalam mengedepankan ego mereka masing-masing. Seperti ingin dilihat oleh atasan/supervisor, kurangnya gaji, dan sebagainya ketimbang tujuan yang dimiliki oleh tim tersebut. Yang berdampak kepada sebuah tim akan kehilangan visi akan tujuan, dan perusahaan yang memiliki tim tersebut akan menanggung dampak besarnya. Poin ini adalah poin yang paling sakral, karena bagaimanapun, jika suatu tim dapat melewati 4 poin diatas, jika suatu tim tidak memperlihatkan hasil maka tim tersebut telah kehilangan fungsinya dalam mencapai suatu tujuan. Cara satu-satunya untuk melewati pain-point ini adalah membuat pengukuran yang jelas terhadap tujuan, dan perhatian yang lebih terhadap fokus dari sebuah tim.

Kesimpulan

Disamping kelima poin diatas, tahap pertama yang harus dijalani adalah memberikan pemahaman kepada setiap member dari sebuah tim jikalau dysfunction dari sebuah tim itu nyata. Merupakan hal penting juga untuk diketahui mencapai kesepakatan merupakan bukan tujuan utama, melainkan merupakan salah satu tahapan untuk memastikan setiap member dalam sebuah tim berpartisipasi dengan baik.

Product Manager & Life Conoisseurs

Saya adalah masyarakat penikmat internet yang biasa aja, mencoba untuk menapaki dunia tulis-menulis. blog ini dibuat murni untuk menyalurkan hasrat pribadi. (Disclaimer) beberapa konten mungkin bisa dari berbagai sumber.

comments powered by Disqus

Related